Senin, 20 Juli 2020

Hujan dan Nilai Sosialnya

Hujan terus mengguyur desa ku mulai pagi hari sampai sore hari menjelang magrib, tak henti-hentinya dia menumpahkan deraian airnya,, sesekali kami dikagetkan oleh suara petir ditengah derasnya hujan. Kondisi tersebut disusul dengan listrik yang tiba-tiba padam dan membuat penampungan air bersih kami di rumah habis. Aku menikmati kondisi tersebut dengan bersikap pasrah, namun agak menggerutu dalam hati karena air bersih yang ada dipenampungan sudah habis dan membuat saya harus berusaha untuk menimbah air disumur kemudian mengangkatnya naik ke rumah.
Kondisi tersebut menyadarkan saya bahwa hujan yang rintik-rintik ini mampu membasahi semua lahan yang ada didesa akan tetapi ketika ingin menampung airnya dalam suatu wadah dengan debit air yang kecil itu membutuhkan waktu yang lama, sontak aku tersadar dengan kalimat yang biasa ku dengarkan dari orang-orang tua bahwa “Hujan Membawa Berkah”. Yah, keberkahan yang tidak hanya dirasakan oleh satu atau dua orang saja akan tetapi bisa dirasakan oleh semua makhluk hidup. Tuhan dalam memberikan sesuatu kepada yang diciptakan-Nya tidak memandang dari rupa maupun bentuk ciptaan-Nya akan tetapi dia memerperlakukannya sama selama makhluknya mensyukuri apa yang selama ini telah disediakan untuknya.
Rintik hujan yang debet airnya kecil tapi volumenya banyak itu memberikan isyarat kepada saya bahwa ketika kita ingin melaksanakan kebaikan kepada sesama makhluk hidup itu tidak semata-mata dilihat dari nominalnya yang besar, akan tetapi seberapa rutin kita memberi dengan kemampuan yang kita miliki agar terjalin hubungan emosional dan sosial terhadap mereka. Manusia yang telahir sebagai makhluk sosial tidak dianugerahi oleh Sang Pencipta kesempurnaan yang hakiki tapi dianugerahi dengan beberapa keterbatasan untuk bisa saling bahu membahu dan hidup berdampingan.
Tanah yang gersang seketika mampu untuk menghidupkan kembali semangat tumbuhan yang layu menjadi bermekaran memberikan kenikmatan bagi manusia yang memandanginya. Yah, keberkahan yang Tuhan tidak hanya tujukan untuk satu jenis makhluk ciptaan-Nya tapi keberkahan hujan yang mampu dirasakan oleh semua makhluk ciptaan-Nya. Berbuat baik kepada satu orang akan memberikan kebahagiaan kepada banyak orag karena kebahagiaan satu orang akan ditularkan kepada orang lain, jadi jangan berpikir panjang untuk berbuat baik karena kebaikan tidak membutuhkan nominal yang besar dan hanya mengharapkan keikhlasan tanpa memperdulikan nominalnya. Sontak hal tersebut menyadarkan saya untuk terus menginvestasikan sedikit demi sedikit nikmat yang telah Tuhan titipkan melalui saya untuk diteruskan kepada orang lain.  Seperti halnya hujan yang mengguyur lahan dan menumbuhkan manfaat yang banyak bagi semua yang ada disekitarnya.
Bersyukur hari ini saya dalam kondisi yang tidak senyaman hari-hari sebelumnya, karena kondisi hujan dengan listrik yang padam bersamaan menyadarkan saya untuk memaknai “Hujan yang Membawa Berkah”. 

Minggu, 19 Juli 2020

PRODUKTIF yang KEHIJAUAN


 “Sudahkah kita berinvestasi untuk masa tua?”
Bersyukur yang tiada henti-hentinya kepada Sang Pencipta ketika masih diberi waktu untuk bernapas menikmati keindahan alam yang diciptkan-Nya berdampingan dengan manusia. Hijaunya hamparan padi dengan kesuburannya disore hari dibawa langit yang mendung menghadrikan suatu suasana yang nyaman dalam diri dan seketika kepenatan pun menjauh sejenak dari hiruk-pikuk beban pekerjaan dan semangat untuk bekerja kembali muncul setelah diisi energi oleh indahnya kehijauan sawah yang tumbuh subur.
Berada sejenak dipinggir sawah tetiba saja membawa saya merenungi masa-masa yang selama ini sudah saya lalui dalam dunia kerja. Padi dengan warnanya yang hijau elok dipandang mata menyadarkan saya dengan kondisi usia produktif, Yah usia yang pada umumnya diyakini oleh orang-orang bahwa usia produktif adalah usia dimana berada pada rentang 17 tahun sampai dengan 45 tahun dimana masih tersave tenaga dan energi yang fresh dalam diri dan masih dalam tahap untuk terus mencari hal yang baru untuk terus belajar dan melakukan hal-hal yang selangkah lebih baik dari yang umumnya dilakukan oleh orang lain. Berinvestasi dimasa muda tidak hanya harus terpaku dengan apa yang sudah dicontohkan oleh generasi sebelumnya, akan tetapi harus berinvestasi sedikit demi sedikit untuk keluar dari zona nyaman dan merancang serta membangun sebuah bentuk yang berbeda dari pada umumnya, karena orang-orang akan tertarik pada hal yang sedikit berbeda dari yang umumnya ada disekitar kita.
Kesuburan padi yang hijau memberikan banyak energy positif bagi orang-orang yang memandangnya, begitupun dengan orang-orang yang memanfaatkan usia produktifnya untuk berivestasi. Investasi dalam banyak hal terutama untuk investasi iman, kesehatan, dan tentunya ilmu yang bisa digunakan untuk bertahan hidup sebagai makhluk sosial. Generasi muda yang masih produktif hendaknya bisa menabung sedikit demi sedikit ilmu untuk meniti karir karena kehijauan padi hanya akan elok dipandang ketika masa suburnya dan kehijauan itu akan memudar karena bersanding dengan biji padi yang coklat dan ketika memasuki masa panen, maka warnanya akan berubah kecoklatan menjadi hal yang tidak lagi memberikan energi warna yang membangkitkan semangat karena sudah berganti dengan masa warna coklat dan mencapai batas untuk digantikan kembali oleh padi yang baru.
Saya tetiba tersentak menyadari siklus padi mulai dari proses tumbuh menjadi hal yang bermanfaat untuk manusia sampai pada akhirnya tergantikan dengan padi yang baru lagi. Manusia yang sejatinya juga dalam bertahan hidup tentunya memiliki masa untuk aktif-aktifnya bisa melakukan banyak hal untuk orang lain. Usia produktif dengan segala pernak-pernik kenyamanannya terkadang membuat kita terlena dan terbawah arus sehingga tidak mampu untuk mensave energi mengejar teman-teman yang terlebih dahulu menyiapkan ancang-ancang energinya mengelilingi hamparan sawah kehidupan yang berhektar-hektar, mereka mampu sampai pada garis finish tanpa harus tergopoh-gopoh dan masih bisa menikmati sisa energinya untuk menikamti kesuksesan dan keindahan hijaunya padi.
Bertahan hidup dengan prinsip memanfaatkan usia produktif untuk berkarya dan menghasilkan ataukah memilih menikmati hidup muda dengan hanya ongkang-ongkang kaki dan berpangku tangan hingga akhirnya kaki ini tak bisa lagi digoyangkan pada masa tua dan hanya menjadi penonton bukan penikmat atas karya yang telah dihasilkan. Wahai generasi muda yang masih produktif resapilah filosofi padi yang tidak selamanya berwarna hijau yang menyegarkan teruslah menabung karya-karya dengan prinsip selalu berjalan selangkah lebih awal dari orang didepan agar kelak tabungan itu bisa kita gunakan untuk usia yang tidak lagi produktif.

Selama kita masih menghasilkan karya untuk diri sendiri dan orang lain, maka selama itulah kita akan selalu berada pada usia produktif. Usia produktif bagi saya tidak terbatas oleh usia dalam nominal angka akan tetapi seberapa mampu kita mempergunakan energi-energi yang sudah kita simpan diusia angka produktif untuk dipergunakan dimasa usia angka yang tidak produktif lagi.
Semoga goresan pena malam ini dengan pikiran filosofi padi yang kulalai beberapa hari yang lalu disore hari menyadarkan ku kembali untuk terus berinvestasi melakukan langkah-langkah kecil yang pada akhirnya akan menjadi tumpukan untuk masa yang akan datang.

Anugrah Kegalauan

Entah harus dimulai dengan kata apa untuk menyusun kalimat-kalimat yang elok dibaca. Hal tersebut selalu menjadi kegalauan ketika hari selas...